Judul Buku :
Secangkir Peristiwa di Mata
Wartawan
Penulis: Dono Darsono & Enjang
Muhaemin
Cetakan I : Pebruari 2012
Tebal : xxii + 256 hlm
"HARTA”
teristimewa yang selalu menjadi kejaran, dan objek buruan utama wartawan,
bukanlah jabatan, bukan pula kedudukan. Bukan emas permata, juga bukan intan
berlian.
“Harta” terindah yang menjadi obsesi dalam setiap harinya, bahkan terkadang terbawa hingga mimpi itu, tiada lain, adalah mendapatkan berita luar biasa, unik, menarik, memikat, dan penting untuk diinformasikan kepada khalayak medianya.
“Harta” terindah yang menjadi obsesi dalam setiap harinya, bahkan terkadang terbawa hingga mimpi itu, tiada lain, adalah mendapatkan berita luar biasa, unik, menarik, memikat, dan penting untuk diinformasikan kepada khalayak medianya.
Bagi
seorang wartawan, berita bisa muncul, paling tidak, karena dua hal. Pertama, karena
se-buah peristiwa atau kejadian yang memiliki nilai berita, entah karena
keluarbiasaannya, keunikan-nya, dampaknya, entah karena faktor daya tarik
lainnya. Kedua, karena ide atau pendapat super brilian dari seorang tokoh
penting tentang sesuatu yang sangat berguna bagi suatu kemaslahatan.
Ketika
mengejar berita, memburu fakta, dan menggali data, seorang juru warta nyaris
dapat dipastikan ‘berambisi’ untuk mendapatkan yang terbaik. Segala keahlian
dan kemampuannya ia curahkan secara optimal, dengan satu harapan memperoleh
data dan fakta ekslusif, akurat, benar, dan bermanfaat bagi publik. Karena itu, kendati harus berjibaku, dan
berhadapan dengan beragam tantangan dan risiko apa pun, seorang wartawan akan
terus melangkah. Ia tak akan menyerah, juga tak kenal lelah selama ‘harta’
buruannya belum berhasil ‘dijinakkan’.
Banyak
peristiwa yang terjadi di sekitar kita, tapi tak banyak yang dapat diberitakan.
Banyak pendapat, ide, atau gagasan yang
muncul dari to-koh-tokoh di kita, tapi nasibnya sama, tak banyak yang dapat
dijadikan berita. Bila ini yang terjadi, maka ini merupakan ‘firasat buruk’
bagi seorang wartawan, karena ia akan
berhadapan dengan musim paceklik berita.
Wartawan
yang baik, bukanlah wartawan yang sekadar menanti ‘durian runtuh’. Wartawan yang terlatih nalurinya sebagai
jurnalis, tidak akan ada istilah musim sepi atau ‘kering’ berita. Ke-mampuan ‘membaca’ fenomena, keahlian
mene-lisik apa yang tersembunyi, dan kepiawaian ‘me-mungut’ apa yang tercecer
akan sangat memban-tunya. Ia akan dengan cerdas membidik ‘sesuatu’ untuk
menjadi sebuah berita. Intinya, wartawan tipikal ini akan selalu mampu memetik
apa pun untuk menjadi berita yang bernilai.
Buku
Secangkir Peristiwa di Mata Wartawan ini mengupas ikhtiar wartawan di dalam
‘membaca’ sebuah peristiwa, dengan pesan inti bahwa war-tawan akan selalu mampu
mengangkat sebuah peristiwa menjadi berita, selama ia memiliki ‘inde-ra keenam’
di dalam ‘melihat’ sebuah kejadian.
Pendeknya, akan selalu ada fakta yang bisa diberitakan.
Secuil
informasi yang didapat dapat dikembangkan wartawan untuk menggali data dan
fakta yang tercecer, bahkan mungkin tersembunyi di balik suatu peristiwa, yang
sesungguhnya akan menarik diberitakan bila ia mampu memungutnya secara tepat,
dan benar. Akan selalu ada yang menarik untuk diberitakan. Bisa untuk berita
straight news, feature, depth reporting, bisa juga investigative reporting.
Paling
tidak, itulah ‘promosi’ buku yang kami tulis ini. Mungkin isinya tidak
sehebat apa yang dipromosikan, tapi
setidaknya, kami ber-harap, buku ini bisa menjadi sepercik sinar yang memberi
cahaya penerang di tengah kebingungan kita mencari berita, dan menggali apa
yang ingin kita beritakan. Buku ini jelas lebih banyak ke-kurangannya,
dibanding kelebihannya, karena itu masukan dan sarannya sangat kami nantikan.[] Enjang Muhaemin