Judul: Seberkas
Keagungan Sang Rasul, Puitisasi Nazham Maulid
wal Mi’raj Nabi Muhammad Saw)
Penulis: Andi
Munandar
Penerbit: Pustaka Nur Ilahi, Bandung
Tahun: November, 2011
Nazhaman dan pupujian merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari tradisi pesantren. Keduanya adalah produk kreativitas para
ulama dan kiai terdahulu di negeri kita. Mereka bekerja keras merangkum
berbagai kitab yang berat-berat dan tebal-tebal untuk kemudian digubah ke dalam
bentuk nazham (puisi, syair) dan pupujian (berasal
dari kata puji-pujian). Tujuannya memudahkan para santri
menghapal materi-materi pelajaran dan pesan-pesan moral yang disampaikan.
Melalui nazahaman dan pupujian,
para santri dan juga kaum awam, merasa lebih mudah dalam menghapal dan mencerna
beragam materi keaga-maan yang berat. Apalagi lagam-lagam dan nada-nadanya yang
bervariasi, bahkan satu nazham atau pupujian bisa
dilantunkan dalam banyak versi lagam, membuat mereka lebih asyik dan
bersemangat.
Dulu, tajug-tajug,
langgar-langgar, mesjid-mesjid jami’, dan pondok-pondok, masih ramai dengan
lantunan nazhaman dan pupujian—terlebih lagi di
kampung-kampung—setiap sebelum shalat, sebelum ngaji, atau di saat-saat rehat.
Menjelang shubuh—melalui pengeras suara di langgar-langgar atau di
mesjid-mesjid—kita yang masih tertidur pulas, dibangunkan dengan nazhaman dan pupujian;
sebelum zhuhur, kita yang tengah sibuk-sibuknya bekerja, diingatkan
dengan nazhaman dan pupujian; menjelang ‘ashar,
maghrib, maupun isya, kita pun kembali disadarkan dengan nazhaman dan pupujian itu.
Di setiap waktu shalat, lantunan-lantunan nazhaman dan pupujian itu
selalu terdengar terngiang-ngiang, menyelusup ke dalam jiwa, meresap ke relung
kalbu, dan mengetuk-ngetuk pintu kesadaran terdalam: kesadaran Ilahiyah.
Setiap
kali lantunan berbagai nazhaman dan pupujian terdengar,
aneka macam perasaan dan bayangan suka muncul dalam benak saya: rindu akan
sosok Baginda Rasul, bahagia akan segala nikmat dan karunia Allah, takut akan
siksa dan murka-Nya, hina karena sedikitnya amal dan masih banyaknya dosa yang
diperbuat. Takjub akan kebesaran dan kekuasaan Allah, semangat untuk mencari
bekal kebaikan, dan mendulang pahala dari-Nya, serta cemas dan harap kala
terlintas bayangan kematian, apakah kelak husnul khatimah atau su’ul
khatimah.
Dulu,
suasana religius terasa begitu hangat dan cita rasa keberagamaan pun terasa
demikian kental. Namun, kini, seiring dengan perkem-bangan teknologi yang kian
canggih, anak-anak dan remaja malah asyik dengan mainan baru-nya
(HP, internet, game-game, lagu-lagu, tayangan-tayangan gaul, dan sejenisnya).
Mereka asyik-masyuk dengan tontonan yang tidak menuntun, dengan tayangan yang
tidak mendidik, yang secara tidak disadari, telah menggeser dan menggusur pola
pikir, cara pandang, sikap, dan perilaku mereka yang tadinya religius menjadi
urakan, yang tadinya patuh menjadi berontak dan brutal. Dan yang tadinya
menjunjung tinggi nilai-nilai moral menjadi merendahkan, melecehkan, bahkan
menginjak-injak nilai-nilai moral tersebut.
Ditambah
lagi, dengan kaum tuanya yang semakin masyghul dengan
pekerjaan dan urusannya sendiri, sehingga anak-anak mereka terabaikan moral dan
agamanya. Para orang tua zaman sekarang sepertinya sudah merasa cukup dengan
mencukupi kebutuhan jasmaniah anak-anak mereka, dan tidak menganggap penting
lagi memperhatikan dan mencukupi kebutuhan ruhaniahnya. Akibatnya tampak
jelas; tajug-tajug, langgar-langgar, dan pondok-pondok, banyak yang
kosong.
Tak
pelak, kenakalan remaja pun semakin menjadi-jadi, kriminalitas makin
merajalela, perzinahan, pelecehan seksual, ketergantungan terhadap narkoba, dan
segala bentuk kemaksiatan lainnya sudah begitu nyata. Terang benderang terjadi
di mana-mana. Ini sangat memprihatinkan, apalagi sebagian besar pelakunya
adalah kaum muda-mudi yang menjadi tulang punggung dan tunas harapan bangsa.
Kini,
kita merasakan ada sesuatu yang hilang. Suasana religius yang dulu terasa
hangat, kini begitu dingin dan beku. Cita rasa keberagamaan yang dulu terasa
kental, kini menjadi luntur dan hambar. Langgar-langgar yang kosong,
pondok-pondok yang sepi, nazham-nazhaman dan pupujian yang
bisu, menjadi saksi akan kian merosotnya semangat keberagamaan di negeri ini.
[]